Wednesday, July 20, 2011

Pagi Adalah..

Pagi adalah kantuk yang luar biasa karena ngobrol sama kamu semaleman….
“kamu percaya chemistry” aku jawab..”hm, meski itu ga terlalu penting, tapi apalah arti suatu hubungan tanpa chemistry” … trus kamu juga bilang “chemistry itu penting, dan kita adalah dua orang yang berada di tempat yg sama dan kebetulan punya chemistry yg sama.. “ aku bilang.. “ kita adalah dua orang yang berada di tempat yg sama dan kebetulan punya chemistry yg sama..tapi sayang di waktu yang salah”
Dan kamu tau? Hasil obrolan tiga malam tanpa henti itu berujung pada rasa yang ga pernah jelas seperti sekarang.. iya ga pernah bisa jelas.. apa yang mau di jelasin? Aku kangen? Atau kamu kangen? Atau kita kangen atau apa.. atau kangen itu saat ga ada kita? See ga jelas kan? Aku ajah ga bisa jelasinnya ga bisa ngomongnya.. aku yakin juga kamu ga bisa ngomongnya tapi yang pasti.. bukan kah tidak ada yang pernah pasti kecuali kepastian itu sendiri.. *argh entahlah..

Pagi adalah ketika kantuk yg teramat sangat setelah ngobrol sama kamu semaleman dan rindu yang berlompatan seperti anak katak dibawah rinai hujan…

Tuesday, May 17, 2011

Pagi ini Pengen Lempar Kamu ke Timbuktu

Pagi ini Pengen lempar kamu ke Timbuktu rasanya, eh tapi jangan bawa kabur hatiku, jangan bawa pergi pikiranku, Cuma kamu.. iya kamu ajah .. kenapa? Aku sebel, karena kamu udah sukses ngacak2 hatiku, pikiranku, konsentrasiku, jadi pagi ini… aku pengen usir kamu jauhhhhh ke Timbuktu..

Kenapa Timbuktu? Kenapa yah..oh iya aku tau.. karena Timbuktu itu menurut ku, Jauh, sangat jauh, aku sendiri ga tau dimana pastinya..kamu tau ilmu geografi ku payah banget, kamu tau kalo aku ga bisa baca peta, tapi aku yakin itu sangat jauh, terlalu jauh sampe, aku rasa aku ga akan mungkin kangen kamu, ga akan mau juga cari kamu, karena ongkos cari kamu pasti mahal.. jadi pergi ajah sana ke Timbuktu..

Kenapa Timbuktu? Karena meski aku dah buat kamu kesel, marah, kamu Cuma bilang, “please dear…” see kamu ajah cape kan sama aku.. sampe kamu bilang, “ ntar kalo ketemu, aku jitak” .. grh…. Kamu pikir aku anak kecil.. so dari pada kamu cape, kamu ke Timbuktu ajah sana..biar jauh dari aku.. biar kamu ga cape sama aku..

Kenapa Timbuktu?? Karena aku sebel kamu gantung aku, buat2 supaya aku kangen, buat2 aku debar2 mikirin kamu, karena kamu jahat sama aku……..karena kamu.. karena kamu………. Argh..

Sumpah, pagi ini aku pengen lempar kamu jauh ke Timbuktu..

*ehm tapi,ntar kalo aku kangen gimana, argh........ *

catatan kaki : kesamaan cerita hanya kebetulan belaka, kisah fiktif semata

Tuesday, April 05, 2011

Aku Bukan Pengecut

Aku bukan pengecut. Hari ini, 46 hari sudah aku di negeri ini. Jepang. Buat sebagian orang penugasan di Jepang bisa berarti banyak hal, selain mendapat pengalaman hebat, juga jalan-jalan gratis. Nah aku, aku mendapatkan keduanya, meski dengan cara yang mahal. Aku tiba di Jepang tanggal 20 Febuari 2011, lalu 18 hari kemudian, 11 Maret 2011 terjadilah gempa besar itu. Gempa yang berkekuatan 9 SR lalu disusul oleh Tsunami benar-benar meluluhlantakan sebagian Jepang. Tak cukup sampai disitu, gempa dan tsunami besar juga merusak PLTN kepunyaan Jepang, mengakibatkan terjadinya radiasi Nuklir di daerah Fukushima dan sekitarnya, tempat PLTN itu berada, hingga saat ini, radiasi itu pun belum terselesaikan, entah sampai kapan. Aku yang saat semua itu terjadi baru 18 hari disini, masih di liputi oleh perasaan homesick, lalu dihadapkan pada gempa, cerita tsunami dan ancaman radiasi dan kemudian selang sehari di susul kabar duka karena bossku langsung, orang yang mengajari aku banyak hal meninggal dunia. Siapapun orangnya yang dihadapkan pada 3 peristiwa sedih sekaligus pasti akan mengalami hal yang sama seperti yang aku alami, sedih, kecewa, luka dan pedih. Aku pun berusaha menguatkan hati dan perasaanku. Tapi rupanya, ujian yg aku terima belum cukup sampai disitu, alih-alih mendapat dukungan moril, cerita yang aku sampaikan kepada kantor ku diJakarta, rupanya menjadi boomerang buat ku, aku dianggap mentally weak, childish dan over react. Padahal harapanku dengan melaporkan kejadian dan peristiwa di sini, para petinggi di Jakarta mengambil langkah buat melakukan sesuatu kepada teman-teman disini, entah evakuasi, entah apa namanya tapi yang pasti langkah penyelamatan. Lagi-lagi bukan penyelamatan yang aku dapatkan, tapi fakta diputarbalikkan. Menurut petinggi di Jakarta, aku seharusnya memohon kepada mereka karena mereka menanti sebuah permohonan dari aku untuk diselamatkan, untuk dipulangkan, tapi sebaliknya menurut aku disini, merekalah yang seharusnya bertanggung jawab, bukan aku yang memohon, tapi mereka yang bertindak karena aku disini bekerja untuk mereka, bukan untuk bersenang-senang. Titik temu pun semakin menjauh. Teleconference pun diadakan untuk mengurai benang yang kusut, namun lagi-lagi bukan ketenangan yang kami terima, tetapi, pernyataan tidak simpatik yang dilontarkan oleh seorang petinggi di Jakarta. Ah, sudahlah semakin tumpul rasa ini, sudah hilang semua asa. Aku yang sendiri di negeri Jepang, tak tahu kemana lagi aku harus percaya. Apakah teman-temanku disini, para petinggi di Jakarta, ataukah perasaanku semata. Yang pasti aku ingat kalimat seorang sahabatku di Jakarta, “rara, ini saatnya dimana lo hanya menggantungkan semuanya hanya kepada Tuhan” , begitu katanya. Ditambah lagi suntikan motivasi dari sahabatku yang lain di Jakarta, omongan panjang lebar yang membuat ku mengakhiri dilemma yang berkecamuk di dalam pikiran ini dan membuat ku untuk mengambil sikap untuk “menolong” diriku sendiri, karena aku bukan pengecut. Aku bukan pengecut! Dan sejak saat itu niat ini membulat dan membesar seperti bola salju. Akan aku selesaikan apa yang harus ku selesaikan disini, akan aku selesaikan tanggung jawabku disini, akan aku buktikan tidak perlu seorang pintar untuk bisa berkomitmen terhadap sesamanya dan terhadap tugasnya, bahwa aku yang bodoh pun bisa bertanggung jawab kepada tugasku dan sesamaku. Aku yakin Allah Maha Tahu, aku yakin Allah Maha Melihat, aku yakin Allah Maha Mendengar dan aku yakin Allah Maha Penolong terhadap hamba-hambaNya yang berserah diri sepenuhnya kepadaNya. Maka sudah kuserahkan semua kepadaNya, hanya kepadaNya. Bukan lagi kepada keputusan para petinggi di Jakarta, bukan lagi kepada teman-teman yang mungkin kadang merasa terganggu dengan kritikanku, tapi aku berserah penuh hanya kepada Allah SWT. Kelak, suatu saat nanti, akan ku ajarkan kepada anakku, bahwa tidak perlu menjadi orang yang sangat pintar untuk bisa berkomitmen kepada tugas dan ber tanggung jawab kepada sesama. Tidak perlu menjadi orang yang sangat kuat untuk bisa menolong sesama ,Tidak perlu menjadi orang yang sangat hebat untuk bisa merasa. Tetapi jadilah manusia yang selalu pintar merasa, karena dengan pintar merasa, kita akan pintar juga merasa untuk berkomitmen, bertanggung jawab, dan menolong sesama. Sekarang akan kujalani hari hari ku disini, menyelesaikan apa yang sudah aku mulai, bertanggung jawab dan berkomitmen kepada tugasku dan sesamaku lalu kemudian selesai ini, akan ku bangun lagi hari baru bersama anakku, karena aku – dan aku yakin anakku- bukan pengecut.

Wednesday, March 30, 2011

NoL

Sakit ku, penatku, lelahku, berwujud merah karena marah. Aku lelah.. sangat lelah.. aku berharap pagi belum lagi mulai Tapi Fajar mulai membias penuh malu pun tanya Haruskah matahari bersinar hari ini.. Atau biarkan saja malam terus membayangi.. Langkah kaki ini meski berat, masih harus berjalan Meski harus terseret ruang waktu karena jauh Meski haus mencekat karena lelah dan letih Kuseret kaki ku, satu, dua, tiga, nol, satu, dua, tiga, nol Tuhanku, Sang Maha Tinggi.. Berkali-kali aku kembali di titik nol.. Mungkin juga pernah minus.. Marahku pun membias Entah kenapa, entah kepada siapa.. Mungkin kepada lelah, mungkin kepada penat, mungkin kepada sakit Aku terdiam di satu titik. Nol.

Wednesday, March 09, 2011

Alif is going to school this year


Alif is going to school!!


Yes.. my Alif will be going to school this year. July 11, 2011 will be the first day for Alif going to school. Unfortunately mamanya ga bisa temenin Alif and anter Alif kesekolah di 1st day nya Alif.

Tanggal itu mama masih ada di Jepang untuk Kerja.


Tapi ga apa-apa yah nak.. Alif-ku hebat..disaat anak-anak seumurnya dia masih manja-manja sama mama papanya, Alif dah tau kalo kondisi mama papanya yang ga bisa sama-sama dan Mamanya yang harus kerja jauh dari Indonesia, Alif tetep jadi anak pemberani.. Alif tetap jadi anak yang ceria..


Yang pasti, doa dan sayangnya mama menyertai Alif.. Be good and be brave kiddo, I am so proud of you!.. I love you Alif..


From Zero to Hero

Hidup itu misteri. Misteri yang jumpalitan. Sepertinya baru kemaren aku meyelesaikan 9 bulanku di Papua, hari ini 18 hari sudah aku kerja di Yokohama, Jepang. Sudah 18 hari yang melelahkan mental, pikiran dan perasaan, artinya sudah 18 hari juga aku kembali hidup terpisah dengan satu2nya anak kecil yang menyita perasaan dan pikiran aku sejak nyaris 4 tahun yang lalu, anak-ku, Alif.

Alifku, luar biasa. Tak pernah berhenti syukur aku panjatkan kepada Allah SWT untuk memberikan Alif dalam hidupku. Alif yang aktif, Alif yang menyenangkan, Alif yang menggemaskan, Alif yang juga jadi tempat aku mencurahkan rasa sayang dan cintaku, dan sesuai namanya Alif, selalu jadi yang pertama buat hidupku..

Tapi rupanya ada rencana Allah SWT yang tak pernah bisa diketahui, ada kehendakNYA yang tak terbayangkan, perpisahan sementara kembali terjadi, Aku dihadapkan pada tugas 2 tahun di Yokohama, Jepang. Selama 2 tahun tentunya ada cuti yang berhak aku dapatkan. Setiap 8 bulan sekali, aku berhak mendapat jatah pulang kampung.

Dan, seperti dugaan sebelumnya, berada jauh dari Alif terasa seperti ada sebongkah lubang besar dalam hatiku, kosong, hampa, perih, pedih. Aku berada di titik nadir rindu. Meski sudah aku bayangkan sebelumnya, dan sudah seperti dugaan, tapi rasanya tak bisa digambarkan..
Pedih ini tak bisa dilukiskan, rindu ini tak terberujung, penantian panjang tak terelakan. Menuju 8 bulan pertamaku, aku seperti menyeret waktu, berat, lama, lelah dan segala bentuk "penderitaan' fisik lainnya. Mauku hanya satu, Aku ingin pulang. Aku ingin Alif-ku, Aku ingin menciumnya, Aku ingin berkumpul kembali dengan Alif. Hanya itu mauku.

Tapi bukankah hidup bukan hanya "mau-ku" bukankah hidup itu bukan "kehendak-ku"

Lantas, 18 hari aku mencari apa rencana Allah atas hidupku, atas hidup anakku, jujur sampai hari ini tak juga kudapat apa rencanaNYA, belum bisa kusibak apa misteriNYA, mungkin aku hanya "sibuk" menangis dan menangis sambil mengutuki diri, "ibu macam apa aku", meninggalkan Alif sedemikian lama "hanya" untuk kerjaan, ... yah, sinisme beberapa orang kembali bermunculan di kepalaku, "hanya untuk kerjaan (baca : uang) .." lalu aku semakin larut dalam pedihku.. seburuk itukah aku?

Tapi semakin aku mengutuki diriku, semakin aku merasakan penderitaanku, semakin berat waktu, semakin berat bebanku, semakin berat kuseret hidupku. Lalu tak ada yang kudapat selain hanya, sakit, pedih dan perih ...lagi..dan lagi.. dan ini semua harus segera diakhiri

Semalam, saat harus pulang kantor menuju apartemen seorang diri, aku nyaris kembali menangis, aku tidak suka sepi, aku benci sendiri, aku nyaris menangis, tapi... rupanya Allah SWT menguatkan aku saat itu, saat aku mau mulai menagis, aku teringat satu kata : IKHLAS

Mengikhlaskan dan memasrahkan apa yang terjadi, sedang terjadi dan akan terjadi, dan ajaib, aku tak jadi menangis, aku belajar mengikhlaskan apa yang terjadi, belajar merelakan apa yang terjadi, belajar memahami bahwa segala sesuatunya terjadi atas kehendakNYA, bukan mau ku tapi MauNYA, bukan inginku tapi inginNYA, dan aku merasa lepas. Memang diatas kertas 2 tahun aku di Jepang, tapi siapa yang bisa tau rencana Allah 5 menit kedepan. Lalu ku coba rubah pola pikirku, aku mulai pasrah pada kehendakNYA

Ya Allah, aku berterima kasih untuk setiap pelajaran penting dalam hidup, aku berterima kasih untuk setiap pembelajaran dalam hidupku, aku yakin, bukan hanya aku yang belajar, Alif-ku pun belajar, aku bersyukur anak kecilku sudah belajar untuk menjadi mandiri, belajar untuk mengerti dan merasakan bahwa walau dengan cara yang berbeda, cinta mamanya luar biasa besar untuknya, meski tak akan bisa melampaui besarnya cinta Allah kepadanya, dan apapun yang mamanya buat untuk Alif hanya karena Allah.. bukankah semua hal yang ada di langit dan di bumi hanya milikNYA, dan jika perpisahan sementara ini terjadi pasti juga karena kehendakNYA

Lalu, aku yakinkan diriku, bahwa perjuangan ku tak boleh lagi sia-sia, sinisme orang2 di sekelilingku kuanggap seperti penonton sepak bola yang hanya bisa bicara tapi tak pandai menggiring bola bahkan tak mengerti soal bola, kali ini, semangat perjuanganku, memang belum menggelora, memang belum besar, tapi pelan dan pasti aku mau berusaha sekuat tenagaku, bahwa, meski aku ini cengeng, aku ini rapuh, aku tetap berusaha untuk menjadi sesuatu buat anakku. aku, lah "from zero to hero" buat anakku, Alif.

Gambatte!!